Senin, 18 Maret 2019

Jarak




[LifeScript_20190318] Langit malam terlihat cerah, dengan ribuan bintang terlihat memenuhi langit dengan gemerlapnya dan tak lupa bulan yang semakin terang dengan sinar lembutnya. Seperti memberi tanda bahwa ada kebahagiaan yang sangat besar dari seorang manusia di belahan dunia lain.

Atau mungkin dia? Yang kini jauh di sana sedang bahagia dengan pilihannya? Dan memberikan salamnya kepadaku lewat bintang dan bulan yang tengah tersenyum di langit malam ini?

Bahkan awan gelap-pun tak berani menunjukkan wujudnya bentuk sekecil apapun, karena kebahagiaannya yang sangat berarti. Kalau memang iya, aku turut senang di sini.

Terdengar munafik, bukan? Iya aku mengakuinya, aku tengah berperan sebagai manusia munafik saat ini, tapi aku tidak akan pernah menyesal dengan kemunafikanku sekarang. Bukan karena aku tidak mencintainya, jelas aku sangat mencintainya, bahkan hingga saat ini.

Tapi setiap manusia memiliki kesempatan untuk memilih untuk kehidupannya, bukan? Begitupun dengan dia. Dia telah menentukan kehidupannya saat ini, dengan siapa, dan dengan keadaan yang lebih baik daripada denganku ... kemarin.

Akupun demikian, aku memiliki pilihan untuk kehidupanku sendiri, karena ini hidupku, aku yang menjalani dan bertanggung jawab.

Kalaupun, akan ada penyesalan di belakang, kelak. Aku akan tetap memilih jalan yang kini aku jalani, yaitu fokus dengan satu titik yang kubangun sendiri. Mencoba bodo amat dengan semuanya yang bukan titik yang kupilih.

Aku teringat akan kenangan lalu, dengannya. Bukan aku ingin mengulang kisah lalu, tapi karena kenangan lalu harusnya dijadikan pembelajaran untuk hari ini dan kelak, bukan?

Dia yang lalu selalu mengingatkanku akan satu hal. Lakukan apa yang ingin aku lakukan.

Dia selalu mengingatkan akan hal itu. Dia yang lalu adalah dia yang menjadi motivasiku dalam melakukan hal yang ingin aku lakukan, termasuk sekarang yang aku lakukan, menatap langit malam ditemani dengan angin yang berhembus ringan serta laptop yang ku-pangku lembut.

Kata demi kata aku ketikkan di sana, semua kenanganku lalu seakan perlahan muncul rapi seperti potongan kaset lama yang kini kuputar lagi dalam ingatan.

Setiap detik yang kulewati bersamanya tak pernah terlupa secuil-pun, saat dia membawaku mengelilingi kota dengan motor lamanya, membawaku ke tempat makan yang telah dia cari jauh-jauh hari sebelum pergi bersamaku, makanan yang aku sukai, novel yang ingin aku baca dan potongan lagu yang selalu aku dengarkan setiap hari.

Setiap kenangan seakan kembali berulang dan berulang, membuat setumpuk rindu yang telah kukubur dalam kembali mencuat ke atas.

Aku rindu dia.

Tapi, kini aku dan dia telah berjarak.

Seakan kita terhalang waktu, misalnya aku menggunakan WIB, dan dia menggunakan WIT, maksudnya WIT SOMEONE ELSE.

Kukesampingkan laptopku sejenak, kini kuberalih ke ponsel pintar milikku yang sedari tadi terputar berbait-bait lagu milih Andmesh.

Lagu yang akhir-akhir ini aku sukai.

Seakan telah larut lama oleh lagu, aku beralih membuat obrolan pesan dengannya, sangat jelas, terakhir kali aku bertukar pesan dengannya, 2 bulan lalu.

"Selamat malam. Apakah kamu sedang menatap langit saat ini? Seperti yang dulu kita lakukan setiap malam. Meskipun jarak kita telah jauh, dan alasan kita tidak lagi sama, tapi langit yang kita tatap masih sama bukan? Aku hanya ingin memastikan, sapaan dari langit dengan ribuan bintang cerah itu dari kamu? Kalau iya, selamat. Kamu berhasil mendapatkan kebahagiaanmu, aku turut senang. Aku sekarang sedang sibuk melakukan apa yang ingin aku lakukan seperti apa yang kamu katakan padaku, dulu. Aku sampai sekarang masih menyibukkan diriku dengan apa yang aku ingin lakukan. Bukan hanya karenamu, tenang saja, tapi aku melakukan ini semua karena memang ini pilihanku, seperti kamu yang memilih pergi dan menjauh dariku, sejauh jarak kita sekarang. Aku harap kamu masih mau menerima salam rindu dari angin yang kini sibuk menerpa malammu. Tenang saja, aku hanya ingin menyampaikan apa yang ingin aku sampaikan, tidak pernah memaksa untukmu membalasnya. Mungkin aku akhiri saja keinginanku kali ini. Semoga kamu selalu bahagia dengan apa yang kamu pilih, dan ingat, kita akan bertemu kelak, dengan situasi yang mungkin lebih baik dari sekarang."

"Ah sudah, aku seperti sedang membuat cerpen kepadamu, dan mungkin kamu akan bosan membacanya. Tapi aku ingin memberitahumu satu hal, tentang hukum yang pernah aku ungkapkan kepadamu dulu, kamu ingat? Hukum timbal balik dan hukum kelipatan yang selalu aku ungkapkan dalam agamaku itu? Itu ternyata benar-benar nyata, dan aku sudah dapat buktinya. Mau tau?"

"Aku yang memberimu 10 langkahku untuk mendekat ke arahmu, dan kamu membalasnya dengan 10kali lipat langkah untuk menjauh dariku."

"Nyata, bukan?"

"Baiklah, selamat tinggal."

Kuakhiri kalimatku dengan cepat, dan aku kembali menatap langit dengan semangat baru.

Terimakasih untukmu, yang pernah menjadi alasanku untuk terus melakukan apa yang kulakukan. Tapi tetap, itu dulu. Dan semuanya perlahan berubah, seperti kita, ah bukan lagi kita ya, lebih tepatnya seperti aku dan kamu. Kita yang berubah semakin jauh, dengan situasi dan kondisi yang semakin berubah, dan juga jarak kita.

Jarak, terimakasih, untukmu yang telah membuatku mengerti arti bersabar dan merindu, untuk siapapun itu, termasuk untuk dia.

2 komentar:

  1. Muantulll 👍👍👍💖
    Ayo kak menulis lebih banyak lagi ☺ nanti tak jadi proper reader 😂

    BalasHapus